Secangkir Teh dan Harapan (Bagian 11)
Secangkir Teh dan Harapan
Gerimis sedari pagi. Tak mematahkan semangat Riri untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Hanya saja dia merasa gugup. Membayangkan tentang bentuk soal yang harus diselesaikan nanti.
“Riri, bertasbihlah atau baca selawat di dalam hati. Supaya hatimu lebih tenang. Ayah perhatikan dari tadi ke toilet terus,” kata ayah.
“Iya, Ayah. Riri gugup,” kata Riri sembari menggosok kedua tangannya.
“Kenapa gugup? Yang penting sudah belajar, berdoa, ada soal ya dikerjakan. Masalah hasil itu ketentuan Allah,” kata ayah.
“Anggap saja semua orang di ruangan itu batu ya, Ayah?” tanya Riri.
“Iya. Jadi, kamu mengerjakan soal di pinggir kali.” Jawab ayah sembari tertawa.
Riri pun ikut tertawa. Mendengarkan candaan ayah yang bisa mengurangi rasa gugupnya.
Tak lama kemudian, Riri harus masuk ke ruangan. Seperti pesan ayahnya, Riri selalu bertasbih dan berselawat di dalam hati. Sesekali ia meniup jempol tangannya. Berusaha menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.
Ayah pun demikian, sembari menanti sang putri. Ia duduk di depan gedung dan terus berdoa.
Waktu terus berjalan. Hingga akhirnya Riri keluar dari ruangan. Ia langsung berlari dan memeluk sang ayah. Tak peduli banyak mata melihatnya.
“Alhamdulillah. Akhirnya terlewati juga kan?” tanya ayah sembari mengusap kepala Riri.
“Hemm, seperti berlibur ke luar negeri di musim dingin,” Jawab Riri.
“Halah. Kejauhan itu,” kata ayah sembari tertawa.
Riri dan ayah duduk di bawah pohon untuk berbincang sejenak.
“Assalamualaikum, Om?” sapa Rio.
“Waalaikumsalam. Eh, ada Rio juga,” Jawab ayah.
Rio mengangguk, tersenyum, sembari bersalaman dengan ayah.
“Riri, ada salam dari Mbak Santi,” Kata Rio.
“Waalaikumsalam. Terima kasih, Rio.” Jawab Riri.
Lagi-lagi Rio mengangguk dan tersenyum.
“Sekarang Santi di mana?” tanya ayah.
“Tadi Mbak Santi meminta saya, untuk menyampaikan permohonan maafnya. Karena hari ini tidak bisa menemui Riri dan Om. Mbak Santi diminta ibu untuk mengantar ke rumah paman. Kami ada acara keluarga di sana,” jawab Rio.
“Oh, tidak apa-apa,” Jawab ayah.
“Saya juga permisi dulu, Om. Karena harus segera menyusul ibu ke rumah paman,” kata Rio berpamitan.
“Iya, tidak apa-apa. Silahkan, Nak Rio. Titip salam kembali untuk Santi dan keluarga ya?” kata ayah.
“Insyaallah, Om.” Jawab Rio sembari bersalaman kepada ayah.
Rio tidak pernah mengulurkan tangannya kepada Riri. Ia hanya meletakkan kedua tangannya di depan dada.
Setelah Rio pergi. Riri dan ayah juga berjalan untuk segera pulang. Tak ketinggalan perbincangan ringan diantara mereka selama di perjalanan.
“Riri, berteman itu boleh. Tapi, jangan pacaran ya? Jika sudah bertemu jodohnya, ya nikah saja. Insyaallah itu jauh lebih baik,” kata ayah.
“Haduh, masih jauh itu ayah,” jawab Riri.
“Tahu dari mana kalau masih jauh? Jodoh itu bisa datang kapan saja,” kata ayah.
“Maksudnya masih jauh dari bayangan Riri, Ayah!” kata Riri.
“Rio itu santun, baik, saleh, pinter, ganteng pisan.” Kata ayah.
“Maksudnya?” tanya Riri dengan mengerutkan dahi.
“Tidak ada. Ayah hanya menyebutkan ciri-ciri Rio,” jawab ayah.
“Hemm, baru juga kemarin ayah mengenalnya. Sudahlah Ayah, jangan bahas Rio lagi. Membicarakan orang itu berdosa,” kata Riri.
“Kalau membicarakan yang baik ya tidak apa-apa. Pokoknya Riri terus berdoa untuk masa depan yang lebih baik. Semoga cita-citanya tercapai dan nanti mendapatkan jodoh yang baik,” kata ayah.
“Aamiin,” jawab Riri.
Novita Sari, S.Pd. SD.
Berau, 14 Juli 2020.
#Tantangan Menulis Hari Ke 66.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ditunggu lanjutannya, bunda. Mohon infonya, bun. Kalau ingin ikut tantangan menulis harus daftar dulu atau langsung saja nulis?
Insyaallah Ibu. Kalau ingin ikut tantangan, langsung menulis saja Ibu. Silahkan dimulai dari hari ini. Jika ibu menulis hari ini artinya itu masuk tantangan hari ke 1. Semoga sukses Ibu.
Mantap, Sukses selalu
Alhamdulillah. Aamiin. Terima kasih, Pak.
ya semoga berjodoh yalanjuut bun
Aamiin. Hehe. Terima kasih, Ibu.
Keren sekali, ditunggu lanjutannya bun, salam
Terima kasih, Ibu. Salam
Bagus ceritana bu. Sukses selalu ya agar dapat menghadirkan cerita menarik lainnya
Aamiin. Terima kasih, Ibu. Semoga Ibu juga sukses selalu.
Keren bun.. Lanjutkan
Keren bun. Penasaran lanjutannya. Sukses ya bu
Alhamdulillah. Terima kasih, Ibu. Sukses juga untuk Ibu. Salam literasi.
keren bu... saya follow ya
Alhamdulillah. Terima kasih, Ibu. Saya follow juga ya?
Ceritanya ok. Ayoo Bu lanjut...
Terima kasih, Ibu.
Bagus cerpenya, renyah banget bu
Alhamdulillah. Terima kasih, Ibu.
Mantap buk!
Terima kasih, Pak.
Cerita semakin menarik gimana kelanjutan kisah Riri dan Rio, sukses selalu bu
Aamiin. Terima kasih, Ibu.
Cerita semakin menarik gimana kelanjutan kisah Riri dan Rio, sukses selalu bu